[Traveling] Liburan Asik ke Honolulu, Hawaii (Part 4 : Menyesuaikan Ekspektasi dan Realita, Seperti Apakah Honolulu yang Sebenarnya?)

"Dari Singapura ke Honolulu, Hawaii - Akhirnya Berangkat Juga"? silakan klik untuk membaca

Mendarat di Honolulu, Cuy!

Puji Tuhan! Pukul tujuh kurang lima menit waktu setempat pesawat Scoot yang kami tumpangi mendarat dengan selamat di Honolulu International Airport - Daniel K. Inouye International Airport. Perbedaan waktu Singapura dan Honolulu adalah Honolulu 18 jam lebih mundur dari waktu Singapura, artinya saat kami mendarat pk. 07.00 pagi waktu Honolulu adalah pk. 01.00 dini hari waktu Singapura.

Saya dan suami menurunkan koper dan sisa makanan dari kabin dan siap menyusuri gang pesawat keluar melalui garbarata menuju terminal kedatangan. Duh, sudah tidak sabar untuk melihat Honolulu! Sudah terbayang-bayang judul film Hawaii Five-0 yang pernah saya tonton waktu SD atau SMP. Itupun jalan ceritanya "entahlah" karena saya sudah lupa. Eh, jangan salah - beberapa hari sebelum keberangkatan kami menyempatkan nonton film Pearl Harbor yang menegangkan itu! Paling tidak, saya dan suami mempunyai sekilas pengetahuan saat mengunjungi Museum Pearl Harbor.

Pagi itu kami tidak disambut ceria oleh cuaca Honolulu yang kami harapkan ala-ala anak pantai yang selalu jejingkrakan saat matahari bersinar terik dengan langit berwarna biru, bersih tak berawan! Langit baru saja lelah mengeluarkan air matanya, awan tebal sedikit keabuan seperti bekas sembab nangis sesenggukan semalaman, aspal jalanan dan gedung-gedung basah dari hujan yang rupanya baru saja terhenti, walaupun tak lama kemudian matahari berusaha bangkit perlahan-lahan sepanjang perjalanan seiring kami melangkah menyusuri bangunan ini. Ada banyak lintah raksasa di kaca jendela waktu itu.

Kaki ini melangkah perlahan untuk bisa menerawang bandara Honolulu dari jendela keberangkatan lebih lama, seakan tidak ada satu jengkalpun yang ingin kami lewatkan untuk kami simpan baik-baik di dalam ingatan. Hey, saya di Honolulu! Biarin saja dibilang ndeso ataupun katrok, tapi itulah cara saya mensyukuri dan menikmati sebuah perjalanan yang tidak pernah terpikirkan bagi saya dan suami berada di sini.

Konstruksi bangunan di bandara Honolulu dan sekitarnya terlihat berdiri kokoh dengan dominasi warna krem kuning dengan pegangan besi berwarna coklat susu. Dinding-dinding dengan ukiran kayu berwarna coklat tua dan kanvas lukisan cat warna-warna cerah yang menggambarkan keindahan alam Honolulu menemani langkah kami di lorong eskalator berjalan ditambah dengan hamparan karpet dengan variasi warna hijau tua dan coklat di sisi luar eskalator.

Kami sempat menghirup udara pagi disaat kami harus menuruni anak tangga untuk masuk ke area imigrasi. Mumpung di dekat pintu menuju anak tangga ada dispenser air, saya sempatkan untuk mengisi air di botol raksasa saya. Rel tangga kayu ini mengingatkan saya pada rel tangga sekolah SD dan SMP saya jaman dulu. Yang pasti dengan kondisi bangunan dan interior yang ada, kami merasa hidup di awal tahun '90-an lah.

Imigrasi Honolulu
Kami berdua sepakat untuk mampir dulu ke toilet sebelum mengantre di imigrasi. Lantai kamar mandi dan tembok kamar mandi mempunyai corak yang sama; tegel kotak-kotak berukuran kecil dengan warna dominan coklat tua, krem dan hijau tua. Duh, tua sekali kan rasanya ya? Belum lagi dudukan kursi toilet itu rendah sekali. Yang saya tahu, orang Honolulu itu kan besar-besar mirip pesumo ya? Lha kok ini kursi bisa segini rendah? Lucu ya!


"Tidak boleh membuang makanan dan buah. Bawa buah dan makanan di loket 3 dan 11 untuk dibuang." Saya masih punya kue kacang, karena bekal lainnya sudah habis di sepanjang perjalanan kami. Lucunya, saat saya membaca tulisan itu malah ada perasaan untuk saya ingin membuang sisa makanan yang ada. "Daripada nanti berurusan di imigrasi, tau-tau ntar dipulangkan, atau gimana-gimana dan gimana," batin saya. "Eh, jangan lah kue kacangnya enak tau, masih sisa sekitar 6-8 biji kan lumayan atuh."  Parno! 

                                
Selesai dari toilet kami diarahkan petugas bandara untuk mengantre di jalur yang sudah disediakan. Wajah-wajah dari para petugas didominasi ala-ala kakek yang bermain di film Karate Kid, perempuan berbadan bongsor besar ala wajah Timor Indonesia dan juga beberapa seperti orang Jepang, hanya saja mereka berbahasa Inggris. Hahaha...

Kami mengantre ke mesin komputer dengan fitur layar sentuh dan kamera. Di sana kami mengisi pertanyaan-pertanyaan juga berikut foto di tempat untuk akhirnya kami mendapatkan lembaran kertas yang nantinya untuk diserahkan ke petugas di loket imigrasi, dan kalau berpasangan kalian cukup menggunakan 1 mesin saja. Selesai dari sana, barulah saya dan suami masuk ke jalur diplomat karena loketnya aktif semua dan kebetulan jalur diplomat yang memanggil kami. Saya berdiri sendiri di loket imigrasi sedangkan suami saya di loket sebelah. Selama di loket imigrasi, ini adalah percakapan yang terjadi antara saya dengan petugas imigrasinya. Saya terjemahkan saja kira-kira begini tanya jawabnya :

"Hi,...ngapain kemari?" 
"Oh, saya menemani suami saya untuk ikut kompetisi ukulele," 
"Kamu bisa main ukulele juga donk? 
"Oh tidak juga," 
"Ada buah dan makanan yang kamu bawa?"
"Ada kue kacang. Kamu mau cek untuk dilihat?" 
"Oh, tidak perlu. Kamu tinggal di mana?"
"Tinggal di hotel X."
"Selamat datang di Honolulu."
"Terimakasih. Have a nice day!"
Yayyyyy...


Welcome Aloha
Begitulah kami disambut di area pengambilan bagasi dengan cahaya yang tidak terlalu terang ditambah warna tegel biru tua dan warna tembok kuning juga suasana mendung pagi itu - suasana tahun '90an masih belum lepas dari bandara ini. Kami sempatkan foto wefie di dekat tulisan Welcome Aloha ini supaya ada kenangan. Dari situ kami berjalan menyusuri tanpa tahu arah pastinya hingga kami bertemu dengan semacam petugas parkir dan kami menanyakan bagaimana cara menuju ke halte untuk transportasi umum. 

Kami berjalan menembus rintikan hujan dengan udara sejuk dingin sambil menggeledek koper masing-masing untuk masuk kembali ke gedung dan menuju lantai 2 melalui lift. Dari sana kami keluar dan menyeberang menuju halte yang jaraknya hanya sekitar beberapa langkah saja.

Dari informasi yang sudah saya kumpulkan sebelumnya, bus nomor 19 dan 20 ini akan membawa kami dari bandara menuju ke pusat aktivitas para turis yang happening dan dekat dengan pantai Waikiki itu sendiri dan di sanalah hotel kami berada. Bus dalam kota Honolulu (thebus.org) ini hanya mengijinkan penumpang dengan barang bawaan sebatas koper ukuran kabin atau tas/ransel yang bisa kamu pangku di atas pahamu sendiri; tidak boleh "makan jatah" kursi orang lain ataupun makan gang jalan.  Alternatif lainnya adalah menggunakan shuttle bus berbayar dengan biaya sekitar $15 hingga $19 per orang dengan fasilitas keberangkatan yang lebih cepat, penumpang yang lebih sedikit dan boleh membawa koper ukuran besar.

Halte bus ukuran 1x3 meter dengan kaca kusam ini terkesan seadanya. Di halte bus sudah ada 2 orang Jepang berdiri di sana, kemudian disusul kami berdua dan disusul beberapa orang lainnya. Karena rintik hujan semakin intens, maka kami harus masuk ke dalam ruangan itu dan berhimpit-himpitan dengan calon penumpang lainnya.


Empat puluh lima menit lamanya kami berdiri menunggu di halte hingga bus yang kami nantikan datang juga. Ah, akhirnya...



Jika memutuskan untuk membeli 1-Day Pass maka kita harus sampaikan pada sopir dari awal kita masuk ke dalam bus. Kami memilih untuk membeli 1-Day Pass, alih-alih kami akan masih segar bugar dan masih perlu lagi untuk naik bus hari itu juga dan tentu saja karena lapar. Berhubung uang dollar Amerika yang kami punya masih banyak yang bernominal besar maka kami harus merelakan $15 untuk 2 tiket bus ini. Sopir yang sekaligus kernet bus memang tidak menyediakan uang kembalian - para penumpang biasanya akan memasukkan uang pas atau cukup menunjukkan tiket bus harian atau bulanan mereka saja.


Memangku koper dalam posisi vertikal selama duduk di sepanjang 45 menit perjalanan

Saat baru saja kami duduk dan bus berjalan beberapa meter tiba-tiba saja sopir bus menghentikan busnya dan turun dari kursi kemudi. Tak dinyana, dia berjalan menuju ke selasar badan bus sambil berkacak pinggang. "Put it on your lap. Put it on your lap," sambil berteriak dan menunjuk koper-koper besar yang dibawa oleh beberapa penumpang yang ternyata memakan selasar bus. Rupanya mereka tidak terlalu paham dengan apa yang disampaikan oleh sopir bus tersebut dan jelas sopir bus tersebut marah karena koper yang mereka bawa adalah koper bagasi. Penumpang ini rupanya belum tahu tentang peraturan bus ini. Semakin ke arah kota, jumlah penumpang semakin bertambah - inilah alasan kenapa mereka harus memangku barang bawaan mereka masing-masing. 

Di sepanjang perjalanan saya menoleh ke kanan dan kiri untuk mengamati gedung-gedung, kendaraan dan apa saja yang bisa dilihat. Gedungnya tidak terlalu tinggi tapi tampak besar dan kokoh, banyak mobil diparkir di sana - tempat jual beli mobil rupanya. Tata kota yang terlihat di sepanjang perjalanan jauh dari kesan modern. Terlihat satu tenda merah didirikan di atas rerumputan samping bahu jalan saat bus berhenti di lampu merah. Tampak kereta dorong supermarket penuh dengan banyak barang di dalamnya hingga menggunung; dan di dekatnya ada seorang pria berkulit kecoklatan berambut panjang dan gimbal tampak tidak terurus - seorang gelandangan. 

Walaupun ber-AC, kondisi bus dalam kota Honolulu ini beda jauh dengan bus Singapura; kalo saya mau sandingkan levelnya di sekitaran bus Bangkok dan Vietnam (goyangnya dan glodakan-nya sama), malah lebih kuno lagi - karena penumpang masih harus menarik sling kabel besi yang menempel di sepanjang pinggiran jendela bus saat mereka perlu berhenti; sedangkan bus Bangkok, Vietnam dan Singapura sudah menggunakan tombol yang berada di sekitaran tiang kursi. Saat penumpang menarik sling itu maka layar kecil hitam di bagian tengah atas dekat pintu masuk akan muncul tulisan STOP REQUESTED diiringi dengan suara yang membunyikan kata-kata yang sama dengan yang tertera di layar. Lokasi-lokasi terdekat dengan tempat pemberhentian akan disebutkan secara otomatis dan tampil di layar hitam. 


Kami memutuskan untuk berhenti di Ala Moana Shopping Centre saat kami melihat sekumpulan turis anak muda dari Jepang bersiap-siap untuk turun. Di sini kualitas bangunan sedikit berbeda, lebih modern. Dan disini pulalah salah satu tempat happening lainnya berada karena Ala Moana Shopping Centre adalah mall terbesar yang ada di Hawaii. Di sini, untuk kedua kalinya saya dan suami harus melihat seorang gelandangan sedang tidur di sebuah gazebo kecil dekat dengan lampu penyeberangan Ala Moana. Duh, sedih rasanya...

Kami baru tersambung dengan internet saat kami berjalan menuju Coffee Bean & Tea Leaf yang berada di Ala Moana, itu juga karena saya percaya dengan salah satu informasi yang saya baca dari seorang bule Australia bahwa kamu tidak perlu kuatir dengan internet selama kamu di Honolulu karena si bule masih bisa posting FB ataupun instagram dan surfing sana-sini dengan mengandalkan wifi sekitar saja. OK lah kalo begitu!

Banyak pilihan makanan yang kami lihat selama di food court Ala Moana, tapi yang menggugah selera tidaklah banyak menurut saya. Belum lagi harganya kok mahal-mahal dibanding Singapura dan negara-negara Asia lain yang pernah saya kunjungi. Di situ saya merasa lebih tidak nafsu makan daripada mengantuk. Biar saja dibilang pelit dan tidak siap mental. Kalo saya bilang, semua selalu ada yang pertama dan pasti ada yang namanya kaget dan penyesuaian. Hahaha...

Saya berusaha menikmati varian spaghetti dari Jollibee ($4.99) yang saya pilih dan suami semangat untuk makan burger steak sapi berbalut telor dari Charleys Philly Steaks seharga ($6.06). Bicara tentang porsi, ukuran porsi spaghetti Jollibee Hawaii adalah dua kalinya porsi Jollibee Singapura. Saya eneg antara melihat ukuran porsinya dan juga karena harus memaksakan diri untuk makan disaat tidak nafsu makan. 

Setelah santai leyeh-leyeh untuk duduk dan makan, kami berjalan menuju halte bus yang sama untuk menunggu bus ke arah hotel kami berada. Tak jauh, sekitar 15 menit perjalanan dan kami cukup menunjukkan tiket 1-day pass kepada sopir bus dan duduk manis. 
.
.
.
.

Popular Posts